KONTROVERSI TAXI ONLINE
Internet bukan lagi sekedar sumber informasi tetapi juga
penunjang bisnis dan ekonomi. Internet kini merupakan medium utama suatu bisnis. Kehadiran internet dan kecanggihan
teknologi digital yang dimulai sejaak era tahun 1980-an menandai gelombang perubahan
industri tahap kedua. Pada era digital seperti ini, tidak dapat dipungkiri
bahwa kehadiran internet dibutuhkan oleh berbagai kantor perusahaan dan para
pengusaha yang baru memulai meniti karirnya.
Seorang ilmuwan bernama Albert Einstein pernah mengungkapkan
kekhawatirannya mengenai situasi peradaban baru ini,”I fear the day that
technologi will surprise our human interaction”. Bukan pada soal melahirkan generasi idiot
yang dimaksud dalam kutipan ilmuwan tersebut,akan tetapi perkembangan teknologi
yang amat pesat yang pada akhirnya melampaui interaksi manusia, memaancing
polemic,bahkan ketidaksiapan manusia itu sendiri.
Belum lama ini, kasus mengenai hadirnya pola bisnis digital
dalam layanan transportasi public di Indonesia. Kemunculan aplikasi seperti
GoJek,Taxi onlin , Uber dan Grab menyita perhatian masyarakat Indonesia.
Layanan tersebut datang sebagai layanan baru transportasi dambaan masyarakat
yang nyaman, murah dan praktis.
Salah satunya ketika demo besar sopir Taxi di Jakarta. Demo
di Jakarta telah memunculkan perdebatan panjang antara pro,kontra dan bingung,
tidak ketemu benang merah yang jelas dalam persoalan ini. Semua perbincangan
mengarah kepada teknologi. Beberapa
kalangan yang pro dengan kehadiran layanan taxi online dsb beranggapan bahwa
sharing ekonomi ini yang akan menjungkalkan kapitalisme. Secara sekilas memang
dengan adanya kehadiran taxi online dsb menguntungkan masyarakat,karena
transportasi yang ditawarkan nyaman, murah dan praktis. Selain itu dapat
mengurangi polusi udara dan kemacetan. Akan tetapi beberapa kalangan yang
kontra dengan hal tersebut berpendapat bahwa kehadiran layanan transportasi
online malah akan membuat ekonomi yang kapitalisme dengan beberapa alasan
sebagai berikut ; ketika layanan tersebut digemari masyarakat maka investor
berlomba lomba untuk menginvestasikan sahamnya. Ketika banyak negara yang
tertarik untuk berinvestasi, maka harga
saham akan naik. Alhasil layanan transportasi online dikuasai oleh Negara yang
memiliki investasi terbanyak. Disisilain tukang ojek,taxi konvensional mulai
tidak ada,mereka mulai gulung tikar. Kemudian layanan transportasi berbasis online yang mula-mula memasang
tariff murah mulai memasang tariff yang tinggi dan menguasai sector ekonomi
transportasi. Masyarakat mau tidak mau harus menerima keadaan tersebut, karena
ojek taxi tradisional sudah tergusur keberadaannya.
Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) menemui
Menteri Sekretaris Negara Pratikno di
Jakarta, Senin 14 Maret 2016. Para pengunjukrasa, termasuk di dalamnya sopir-sopir
taksi, meminta Pemerintah memblokir aplikasi tersebut. Sayangnya, Kementerian
Komunikasi dan Informatika tak mau terburu-buru memenuhi tuntutan pemblokiran
kedua aplikasi tersebut. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara
mengatakan, pemerintah tidak bisa sembarangan bertindak dalam membatasi
teknologi. “Aspirasi baik dari masyarakat sebagai pengguna jasa yang
menginginkan, mengharapkan adanya layanan transportasi umum yang lebih
nyaman,yang dirasakan setidaknya yang saat ini aplikasi online yang lebih
nyaman dan lebih terjangkau,”kata beliau dalam jumpa pers di kantornya, Jalan
Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2016).
GoJek,taxi online, Uber dan Grab dianggap bermasalah dalam
hal legilitas perizinan pajak, penanaman modal, serta syarat dan prasyarat lain
yang telah diterapkan dalam tata aturan bisnis transportasi di Indonesia.
SUMBER : +Pengusaha Kampus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar