Jumat, 20 Mei 2016

KONTROVERSI TAXI ONLINE



KONTROVERSI TAXI ONLINE
Internet bukan lagi sekedar sumber informasi tetapi juga penunjang bisnis dan ekonomi. Internet kini merupakan medium utama suatu  bisnis. Kehadiran internet dan kecanggihan teknologi digital yang dimulai sejaak era tahun 1980-an menandai gelombang perubahan industri tahap kedua. Pada era digital seperti ini, tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran internet dibutuhkan oleh berbagai kantor perusahaan dan para pengusaha yang baru memulai meniti karirnya. 
Seorang ilmuwan bernama Albert Einstein pernah mengungkapkan kekhawatirannya mengenai situasi peradaban baru ini,”I fear the day that technologi will surprise our human interaction”.  Bukan pada soal melahirkan generasi idiot yang dimaksud dalam kutipan ilmuwan tersebut,akan tetapi perkembangan teknologi yang amat pesat yang pada akhirnya melampaui interaksi manusia, memaancing polemic,bahkan ketidaksiapan manusia itu sendiri.
Belum lama ini, kasus mengenai hadirnya pola bisnis digital dalam layanan transportasi public di Indonesia. Kemunculan aplikasi seperti GoJek,Taxi onlin , Uber dan Grab menyita perhatian masyarakat Indonesia. Layanan tersebut datang sebagai layanan baru transportasi dambaan masyarakat yang nyaman, murah dan praktis.
Salah satunya ketika demo besar sopir Taxi di Jakarta. Demo di Jakarta telah memunculkan perdebatan panjang antara pro,kontra dan bingung, tidak ketemu benang merah yang jelas dalam persoalan ini. Semua perbincangan mengarah kepada teknologi.  Beberapa kalangan yang pro dengan kehadiran layanan taxi online dsb beranggapan bahwa sharing ekonomi ini yang akan menjungkalkan kapitalisme. Secara sekilas memang dengan adanya kehadiran taxi online dsb menguntungkan masyarakat,karena transportasi yang ditawarkan nyaman, murah dan praktis. Selain itu dapat mengurangi polusi udara dan kemacetan. Akan tetapi beberapa kalangan yang kontra dengan hal tersebut berpendapat bahwa kehadiran layanan transportasi online malah akan membuat ekonomi yang kapitalisme dengan beberapa alasan sebagai berikut ; ketika layanan tersebut digemari masyarakat maka investor berlomba lomba untuk menginvestasikan sahamnya. Ketika banyak negara yang tertarik  untuk berinvestasi, maka harga saham akan naik. Alhasil layanan transportasi online dikuasai oleh Negara yang memiliki investasi terbanyak. Disisilain tukang ojek,taxi konvensional mulai tidak ada,mereka mulai gulung tikar. Kemudian layanan transportasi  berbasis online yang mula-mula memasang tariff murah mulai memasang tariff yang tinggi dan menguasai sector ekonomi transportasi. Masyarakat mau tidak mau harus menerima keadaan tersebut, karena ojek taxi tradisional sudah tergusur keberadaannya.
Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) menemui Menteri  Sekretaris Negara Pratikno di Jakarta, Senin 14 Maret 2016. Para pengunjukrasa, termasuk di dalamnya sopir-sopir taksi, meminta Pemerintah memblokir aplikasi tersebut. Sayangnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika tak mau terburu-buru memenuhi tuntutan pemblokiran kedua aplikasi tersebut. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemerintah tidak bisa sembarangan bertindak dalam membatasi teknologi. “Aspirasi baik dari masyarakat sebagai pengguna jasa yang menginginkan, mengharapkan adanya layanan transportasi umum yang lebih nyaman,yang dirasakan setidaknya yang saat ini aplikasi online yang lebih nyaman dan lebih terjangkau,”kata beliau dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2016).
GoJek,taxi online, Uber dan Grab dianggap bermasalah dalam hal legilitas perizinan pajak, penanaman modal, serta syarat dan prasyarat lain yang telah diterapkan dalam tata aturan bisnis transportasi di Indonesia. 
SUMBER : +Pengusaha Kampus 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar